Opini Mahasiswa: Kedudukan Guru Dalam Membumikan Nasionalisme Kebangsaan Bagi Peserta Didik
/in Opini, Opini Mahasiswa /by Efa AnggrainiMembumikan Sikap Nasionalisme Kebangsaan
Nasionalisme merupakan suatu paham bagi warga negara dalam memiliki rasa cinta dan kebanggaan yang lebih untuk negara demi upaya mencapai tujuan keutuhan negara secara bersama-sama. Sikap nasionalisme bagi tiap masyarakat sebagai wujud cinta tanah air dalam menjaga persatuan dan kesatuan negara. Kini semangat nasionalisme mulai tergerus dengan berkembangnya menu era globalisasi.
Maraknya popularias artis luar negeri mengakibatkan generasi muda saat ini lebih hafal artis luar negeri tersebut dibandingkan mengingat pahlawan atau tokoh popular yang ada di Indonesia. Kemunculan K-POP, BTS dan grup band populer dari luar negeri lebih dicintai maupun digemari daripada mencintai tari-tarian serta lagu tradisional. Hal tersebut merupakan bukti nyata dampak negatif dari adanya globalisasi yang menyebabkan terkikisnya nasionalisme dalam diri peserta didik. Andai hal ini tidak disikapi secara tepat, maka nasionalisme dalam diri peserta didik akan semakin terkikis.
Bagi anak sekolah merupakan rumah kedua karena peserta didik banyak menghabiskan waktunya di sekolah Bersama teman sebayanya. Dalam hal ini lingkungan sekolah menjadi salah satu tombak utama untuk menegakkan sikap nasionalisme. Dalam dunia pendidikan, guru memiliki peran sebagai fasilitator dalam menyampaikan materi pelajaran. Namun, perlu kita pahami kembali peran dari guru lebih luas bukan hanya sebaga fasilitator saja, tetapi guru memiliki andil dalam menumbuhkan nasionalisme bagi peserta didik. Lantas bagaimana peran guru dalam menumbuhkan nasionalisme kebangsaan bagi peserta didik?
Ada banyak cara bagi guru untuk menumbuhkan kembali semangat nasionalisme kebangsaan agar peserta didik lebih dalam lagi mencintai tanah air. Sebelum memulai pembelajaran di kelas hendaknya sekolah dapat menerapkan kebijakan guna melakukan pembiasaan menyanyikan lagu nasional dan lagu daerah secara bersama-sama. Menghidupkan maupun menggiatkan pengembangan budaya kesenian melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti ekstrakurikuler seni tari, musik, dan lukis. Selain itu dalam mengembangkan budaya kesenian, sekolah dapat menggiatkan suatu kegiatan bisa berupa lomba maupun pentas seni budaya antar kelas guna menunjang sikap kecintaan terhadap budaya lokal.
Ketika upacara bendera baik dalam memperingati hari nasional maupun upacara bendera biasa yang diselenggarakan tiap hari senin. Hendaknya guru membiasakan siswa untuk disiplin tunduk ketika memasuki kegiatan mengheningkan cipta. Pada kegiatan ini siswa diharapkan benar-benar meresapi jasa pahlawan bangsa yang telah gugur dengan sepenuh jiwa.
Semangat nasionalisme tidak hanya diterapkan pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan saja. Tetapi pada mata pelajaran lain hendaknya guru mencoba membiasakan sikap nasionalisme pada siswa dengan cara sederhana seperti guru melempar sebuah kuis kepada siswa mengenai nama-nama pahlawan nasional, menyebutkan tarian daerah, dan masih banyak lagi kegiatan yang mungkin dapat dilakukan untuk pembiasaan nasionalisme di kelas.
Selain itu, di dalam lingkungan sekolah guru hendaknya tidak hanya memberikan arahan saja melainkan menunjukkan bukti nyata dalam menjaga semangat nasionalisme. Bukti nyata yang dapat dilakukan oleh guru seperti membantu sesama tanpa melihat Ras dari orang yang sedang dibantu, menghormati adanya perbedaan di lingkungan sekolah dan tidak membedakan pergaulan antar teman. Karena pada dasarnya semua orang di mata tuhan sama kedudukan dan derajatnya.
( Diksi Pradipta )
Opini Mahasiswa: UPAYA GURU MENUMBUHKAN NASIONALISME BAGI GENERASI MASA KINI
/in Opini, Opini Mahasiswa /by mila nurpianiIndonesia merupakan negara dengan banyaknya keragaman suku budaya yang ada. Sikap nasionalisme dalam hal ini sangat diperlukan sebagai benttuk toleransi terhadap setiap perbedaan. Dalam kehidupan bersosial sikap nasionalisme ini harus tetap dibina, agar tidak terjadi perpecahan. Manusia sebagai makhluk sosial, tentunya dituntut untuk bisa berinteraksi dengan baik antar makhluk sosial lainnya.
Era globalisasi saat ini yang semakin modern perlu dituntut untuk memiliki jiwa nasionalisme yang semakin tinggi pula. Masuknya pengaruh asing ke Indonesia menyebabkan pudarnya sikap nasionalisme. Dampak negatif dari globalisasi sendiri dapat menghilangkan nilai-nilai nasionalisme jati diri bangsa. Merosotnya moral dan lunturnya sikap nasionalisme ini menjadikan generasi muda melupakan ajaran-ajaran yang sudah diterapkan dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Menipisnya nilai-nilai nasionalisme menjadi aspek penting kurangnya pemahaman terhadapan nilai nasionalisme itu sendiri senbagai nilai yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Perlunya penanaman nilai-nilai nasionalisme sejak dini menjai prioritas yang haru orang tua, pengajar, dan pemerintah lakukan demi tercapainya tujuan bernegara. Nilai-nilai nasionalisme perlu ditanamkan pada diri sesorang sejak kecil, meliputi cinta tanah air, rela berkorban, menghargai jasa para pahlawan, dan mengutamakan kepentingan umum.
Peran Pendidikan dalam Menumbuhkan Sikap Nasionalisme
Peran pendidikan yang diajarkan sejak dini memiliki dampak paling besar dan faktor penting guna menumbuhkan sikap nasionalisme. Peran guru sangat penting dalam mewujudkan dan meningkatkan jiwa nasionalisme peserta didiknya. Dalam pendidikan guru berperan dalam hal pembentukan sikap dan karakter peserta didik agar dapat memiliki sikap nasionalisme yang tingi dalam dirinya.
Dalam pembelajaran, gutu tidak hanya berperan sebagai pemberi materi. Akan tetapi bagaimana menjadikan materi pembelajaran tersebut dapat diterima dengan baik oleh peseta didik. Dalam menjalankan perannya guru dapat memanfaatkan hal-hal sekitar sekolah, seperti keberagaman warga sekolah, kegiatan-kegiatan yang dapat
mencerminkan sikap nasionalisme bagi siswa. Kesiapan mengajar guru sangat penting agar senantiasa dapat menjawab dan memberikan wawasan lebih kepada peserta didik.
Upaya lain yang dapat guru lakukan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme peserta didik adalah dengan guru berperan sebagai inspirator bagi peserta didik. Guru harus mampu menginspirasi peserta didik agar dapat mengoprimalkan potensi bakat yang ada dalam diri peserta didik. Dengan memberikan motivasi untuk berpikir logis dan menempatkan diri di massa kini, tentu dengan disisipkan nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik.
Guru juga harus membimbing peserta didik untuk memecahkan masalah, serta memfasilitasinya agar lebih mudah memahami yang disampaikan guru ketika mengajar. Dalam pengajarannya guru dapat memperlihatkan gambaran peristiwa penting yang bersejarah agar peserta didik dapat menangkap makna nilai-nilai nasionalisme, berpikir kritis dan logis, serta dapat mengambil nilai positif dari peristiwa tersebut.
( Santi Sartika )
Opini Mahasiswa: Guru Pilar Nasionalisme Bangsa
/in Opini, Opini Mahasiswa /by mila nurpiani“Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani“
Kutipan di atas pasti sudah tidak asing terdengar. Terlebih di kalangan pelajar. Kutipan ini diinisiasi Bapak Pendidikan Indonesia yaitu Ki Hadjar Dewantara. Maksud dari kutipan itu kurang lebih begini “Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan yang baik, di tengah atau di antara anak didiknya guru harus menciptakan prakarsa dan ide, sedangkan dari belakang seorang guru harus memberikan dorongan dan arahan. Guru yang baik adalah yang bicara dan perilakunya dapat ditiru oleh anak didiknya”. Sebaliknya, guru yang buruk adalah yang hanya sekadar mengajar tanpa dijiwai rasa kebanggaan akan profesinya yang bisa berkontribusi mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Di sisi lain, sebagian orang menganggap bahwa guru adalah sebuah pekerjaan dengan gaji yang kecil. Kebanyakan orang beranggapan menjadi guru adalah pekerjaan yang melelahkan dengan bayaran yang tidak seberapa. Memang benar, menjadi guru adalah sebuah pilihan yang mulia apalagi mengajar di daerah pelosok Indonesia. Akses internet, media pembelajaran, sarana dan prasarana sekolah yang masih sulit dijangkau. Tetapi, cita-cita mereka mulia, yaitu agar anak didiknya cerdas dan berdaya untuk Indonesia. Mereka mendidik manusia yang jika salah maka akan fatal akibatnya.
Terlebih untuk mendidik anak di zaman ini. Zaman era digital 4.0 yang sudah memasuki eranya internet dan digitalisasi. Tantangan yang semakin kompleks harus mampu dihadapi guru, dan harus mampu beradaptasi dengan teknologi baru agar tidak ketinggalan perkembangan zaman. Apalagi peraturan guru honorer resmi akan dihapus pada 28 November 2023 mendatang oleh pemerintah. Beberapa pihak ada yang pro dan kontra. Beban mengajar sudah berat, ditambah mengurus keluarga dan permasalahan lain yang dihadapi. Namun, hal itu tidak lantas menyurutkan langkahnya untuk terus mencerdaskan anak bangsa, supaya kelak dapat berguna bagi Indonesia. Kita berharap semoga kesejahteraan nasib guru akan cemerlang.
Menumbuhkan Nasionalisme
Rasa nasionalisme pada siswa akan tumbuh manakala gurunya berperilaku baik di depan anak didiknya. Seperti ungkapan guru yang berarti (digugu lan ditiru). Arti dalam bahasa Indonesia kurang lebih seorang guru harus bisa diteladani perkataan dan perbuatannya. Karena mengingat anak adalah peniru yang hebat. Peran guru sangat penting untuk menanamkan rasa cinta tanah air. Mendidik anak sesuai dengan jamannya adalah hal yang sangat benar. Karena sebagai guru, tentu memiliki perbedaan zaman dengan mereka sehingga sebagai pendidik wajib terus belajar, berkreasi dan berinovasi dalam pembelajaran agar tidak terlihat membosankan karena peserta didik kita adalah anak yang lahir di era digital native, artinya, sejak lahir mereka telah bersentuhan dengan komputer.
Tanamkan penggunaan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Karena bahasa Indonesia adalah jati diri bangsa. Penggunaan bahasa indonesai secara benar merupakan wujud nasionalisme bangsa. Hal ini selaras dengan salah satu butir isi sumpah pemuda tahun 1928 “…kami putra dan putri Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia”. Jika hal ini sudah diterapkan bukan tidak mungkin akan muncul rasa mencintai, menjaga dan merawat bahasa Indonesia. Berupaya memperkenalkan budaya, suku, bangsa dan ras yang dimiliki bangsa Indonesia dalam setiap aspek pembelajaran. Jangan lupa juga ajarkan peserta didik dengan lagu-lagu daerah, dan makanan khas dari setiap daerah Indonesia yang beragam.
Opini telah memenangkan dalam Kompetisi Mahasiswa Nasional 2022 Oleh FKIP UAD
( Catur Rohmiasih )
Sosialisasi Teknis PPM Internasional UAD
/in Berita /by Muh. Rayhan MaulanaUniversitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menyelenggarakan Program Pengabdian Masyarakat (PPM) Internasional. Pada (2/7/2022) dilakukan kegiatan sosialisasi teknis. Sementara itu, program tersebut berbentuk pelatihan penulisan pantun berbasis kearifan lokal.
Seperti halnya, tujuan kegiatan tersebut untuk penguatan kultural bagi Kelab Bahasa dan Budaya Melayu (KEBAYU). Sementara itu, harapannya kegiatan ini dapat melestarikan pantun yang akan menjadi warisan untuk generasi berikutnya.
Hal yang menjadi dasar dalam program pengabdian ini adalah bentuk dari Tri Darma dosen. Selain itu, dosen yang tergabung dalam kegiatan ini memiliki fokus penelitian sastra.
“Walaupun tahun-tahun sebelumnya fokus penelitian kami adalah pelatihan syair. Namun, dua tahun ini kami mulai penelitiannya ke arah pantun.” ucap Yosi Wulandari selaku ketua PPM Internasional UAD-KEBAYU. Maka, pengabdian kali ini berbentuk pelatihan penulisan pantun.
Kemudian, kegiatan ini juga akan dimulai dengan materi kepenulisan pantun dengan memahami konsep dasar pantun seperti isi dan sampiran. Oleh karena itu, selanjutnya akan dibahas mengenai teknik penulisan pantun menggunakan kearifan lokal.
Aktualisasi PPM
Proses penulisan akan didampingi melalui sinkron dan asinkronus. Sedangkan, penulis pantun akan menulis dengan pendampingan maupun secara mandiri. Sementara itu, juga akan ada revisi serta evaluasi bersama diakhir kegiatan. Lalu, pantun yang telah selesai revisi tadi akan dijadikan kumpulan antologi pantun.
Di samping itu, pelaksanaan program ini berlangsung selama 8 bulan. Mulai dari persiapan proposal yang minggu kemarin sudah dikoordinasi. Kemudian, kegiatan ini mendapatkan penyambutan yang baik dan dibuka secara resmi oleh ketua LPPM UAD, Anton Yudhana.
Selain itu, dihadiri juga oleh Midiyana Mohamad (Kelab KEBAYU) dan Ahmad Aminuddin Soopar (Pimpinan UTM). Disamping itu, diramaikan juga oleh mahasiswa Malaysia dan mahasiswa Thailand.
Program ini digelar oleh dosen PBSI UAD, Yosi Wulandari sebagai ketua PPM Internasional UAD. Selain itu, anggota lainnya adalah Wachid Eko Purwanto dan Denik Wirawati yang juga merupakan dosen PBSI UAD. Disamping itu, ada anggota lain dari dosen PBI UAD, yaitu Arilia Triyoga sebagai rekan yang menjembatani hubungan Internasional.
Terdapat juga mahasiswa PBSI UAD yang berkontribusi pada kegiatan ini, yaitu Diksi Pradipta, Rahma Sapitri, dan Deliyana Safitri. Sementara itu, ketiga mahasiswa tersebut memiliki bagian pekerjaan masing-masing.
“Program ini sangat bagus karena dapat membangun kekeluargaan antara negara-negara yang berada dalam satu rumpun, yakni Melayu.” ujar Diksi. Sayangnya, Negara yang ikut serta dalam kegiatan ini dibatasi, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Karena program ini dilakukan pertama kali.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD Selenggarakan Diskusi Rumpun Penyusunan RPS Berbasis OBE dan Bahan Ajar Tahun 2022 Secara Daring
/in Berita, News /by Arif SetiawanYogyakarta – 30 Juni 2022, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Ahmad Dahlan (UAD), sukses menyelenggarakan kegiatan Diskusi Rumpun dalam rangka Penyusunan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Berbasis Outcome-Based Education (OBE) dan Bahan Ajar Tahun 2022. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui platform video conference pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 29 dan 30 Juni 2022, diikuti oleh para dosen dan tim penyusun kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Diskusi rumpun ini bertujuan untuk menyempurnakan penyusunan RPS dan bahan ajar yang sesuai dengan prinsip OBE, yang menekankan pada capaian pembelajaran (learning outcomes) sebagai fokus utama. Melalui pendekatan OBE, diharapkan proses pembelajaran dapat lebih terarah, efektif, dan relevan dengan kebutuhan dunia kerja serta perkembangan zaman.
Dalam sambutannya, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Roni Sulistyono, M.Pd., menyampaikan pentingnya penyusunan RPS yang berbasis OBE untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. “Dengan menerapkan OBE, kita tidak hanya fokus pada proses pembelajaran, tetapi juga pada hasil yang ingin dicapai oleh mahasiswa. Hal ini sejalan dengan visi misi Program Studi dan Universitas Ahmad Dahlan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing,” ujarnya.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber ahli di bidang kurikulum dan pembelajaran, [nama narasumber], yang memaparkan langkah-langkah strategis dalam menyusun RPS berbasis OBE. Narasumber juga memberikan contoh konkret dalam mengintegrasikan capaian pembelajaran ke dalam bahan ajar dan metode evaluasi yang sesuai.
Selain itu, diskusi juga diisi dengan sesi tanya jawab dan sharing session antar peserta. Para dosen dan tim penyusun kurikulum saling bertukar pikiran dan pengalaman dalam menghadapi tantangan penyusunan RPS serta bahan ajar yang adaptif terhadap kebutuhan mahasiswa dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Dengan terlaksananya kegiatan ini, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UAD berharap dapat menghasilkan RPS dan bahan ajar yang berkualitas, sehingga mampu mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang inovatif dan berorientasi pada hasil. Kegiatan ini juga menjadi bukti komitmen Program Studi dalam terus meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran di era digital
“Kami berharap, melalui diskusi rumpun ini, seluruh dosen dapat lebih memahami dan mengimplementasikan prinsip OBE dalam pembelajaran. Semoga langkah ini dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas lulusan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,” tutup [nama ketua prodi] dalam penutupan acara.
Kegiatan ini mendapat apresiasi positif dari para peserta, yang menganggap diskusi rumpun sebagai wadah yang efektif untuk meningkatkan kolaborasi dan pemahaman bersama dalam menyusun kurikulum yang relevan dan berorientasi masa depan.







