Publikasi Minus Etika – Sudaryanto, M.Pd.
Belakangan ini viral seorang profesor muda (berinisial KD) di sebuah PTS Jakarta, menerbitkan 160 artikel jurnal selama tahun 2024. Angka tersebut menjadi sorotan banyak pihak, termasuk sesama dosen. Selain itu muncul dugaan sang profesor mencatut 24 staf pengajar di Universiti Malaysia Terengganu (UMT) dalam artikel-artikelnya. Tahun-tahun sebelumnya pernah tersiar berita profesor di sebuah PTS Bandung memplagiat artikel penulis di media massa Australia. Ketidakberesan urusan publikasi dosen kita kian lama kian (bertambah) panjang.
Atas kasus profesor muda itu, kita sampaikan tiga catatan. Pertama, publikasi ilmiah bersinggungan dengan etika/norma akademik. Dalam buku Panduan Operasional Penilaian Angka Kredit (PAK) Oktober 2019 (terbitan Kemendikbud), disebutkan norma kepatutan terkait PAK dosen. Misalnya, dosen hanya boleh mengajukan satu buku ajar per tahun guna keperluan PAK. Terkait itu, diduga profesor muda berinisial KD tidak membaca dan memahami buku Panduan Operasional PAK Oktober 2019 tadi. Dengan demikian, publikasi yang dilakukan profesor muda itu menabrak norma-norma kepatutan PAK.
Kedua, publikasi ilmiah bertalian dengan evaluasi kinerja dosen. Tiap semester, dosen penerima tunjangan sertifikasi dosen/serdos wajib mengisi Beban Kinerja Dosen (BKD) pada laman Sister-nya. Khusus dosen jafung Lektor, Lektor Kepala, dan GB memiliki kewajiban khusus berupa (1) menulis buku ajar/buku teks dan (2) menulis publikasi ilmiah. Dua kewajiban itu bersyarat minimum satu buah (1 buku dan 1 publikasi ilmiah) dan berdurasi tiga tahun lamanya.
Ketiga, publikasi ilmiah berkaitan dengan insentif. Seorang profesor pernah bercerita, dirinya mendapatkan insentif Rp 25 juta karena artikelnya terbit di jurnal terindeks Scopus Q1. Tentu, tidak ada yang salah pada cerita profesor itu. Tatkala seorang dosen memublikasikan artikelnya di jurnal terindeks Scopus dan memperoleh insentif, hal itu sah-sah saja. Yang jadi sorotan ialah, jika dosen itu melakukan pelanggaran etika publikasi demi memperoleh insentif belaka.
sumber : https://radarjambi.co.id/read/2024/05/09/32406/publikasi-minus-etika-/